ABGX – Monitoring paparan pekerja radiasi wajib mengikuti SOP ketat agar dosis tetap di bawah batas regulasi dan kondisi kerja aman terkendali melalui prosedur terukur.
Setiap fasilitas yang menggunakan sumber radiasi pengion wajib memiliki SOP monitoring paparan pekerja radiasi yang jelas dan terdokumentasi. Kewajiban ini merujuk pada regulasi nasional dan rekomendasi internasional yang mengatur proteksi radiasi.
Selain itu, pengelola instalasi harus memastikan semua ketentuan batas dosis tahunan diterjemahkan menjadi program pemantauan harian, mingguan, dan bulanan. Program tersebut harus mencakup area kerja, peralatan, dan individu.
Karena itu, tanggung jawab tidak hanya berada pada petugas proteksi radiasi, tetapi juga pada manajemen dan setiap pekerja yang berpotensi terpapar. Struktur tanggung jawab ini perlu tertulis jelas di SOP resmi.
Tujuan utama monitoring paparan pekerja radiasi adalah melindungi keselamatan pekerja dan mencegah paparan yang tidak perlu. Namun, tujuan praktisnya lebih rinci dan terukur.
Pertama, program ini memastikan dosis individu tetap jauh di bawah batas yang diperbolehkan. Selain itu, hasil pemantauan menjadi dasar evaluasi efektivitas shielding dan prosedur kerja.
Sementara itu, data monitoring juga mendukung prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Data tersebut membantu fasilitas melakukan perbaikan teknis dan administratif secara berkelanjutan.
SOP monitoring paparan pekerja radiasi umumnya mencakup tiga komponen utama. Komponen tersebut adalah survei area kerja, pemantauan kontaminasi, dan pemantauan dosis individu.
Survei area fokus pada tingkat laju dosis di berbagai titik kerja. Pemantauan kontaminasi menilai ada tidaknya materi radioaktif yang berpindah ke permukaan, udara, atau pakaian kerja.
Di sisi lain, pemantauan individu dilakukan dengan dosimeter personal yang mencatat dosis kumulatif. Kombinasi ketiga aspek ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi paparan di fasilitas.
Langkah pertama dalam monitoring paparan pekerja radiasi adalah menyusun rencana survei area. Rencana ini menetapkan lokasi, frekuensi, serta jenis alat ukur yang digunakan.
Area dengan aktivitas tinggi memerlukan frekuensi survei yang lebih sering. Misalnya ruang radiologi intervensi, hot lab, atau area kerja maintenance sumber terbuka.
Namun, area penyimpanan sumber tertutup dengan shielding memadai dapat disurvei dengan interval lebih panjang. Penentuan jadwal harus berbasis risiko dan catatan dosis historis.
Pelaksanaan survei area mengikuti langkah teknis terstandar. Petugas proteksi radiasi menggunakan survey meter terkalibrasi dan melakukan pengukuran pada titik yang telah dipetakan.
Alat harus dicek fungsi sebelum digunakan, termasuk baterai dan respon latar. Setelah itu, pengukuran dilakukan dengan jarak dan orientasi yang konsisten terhadap sumber atau peralatan.
Hasil pengukuran dicatat lengkap dengan waktu, lokasi, kondisi operasi, dan identitas petugas. Data ini kemudian dibandingkan dengan kriteria batas internal yang ditetapkan fasilitas.
Untuk fasilitas dengan sumber terbuka, monitoring paparan pekerja radiasi wajib mencakup uji kontaminasi. Pengujian dilakukan pada meja kerja, lantai, pegangan pintu, dan peralatan.
Metode yang digunakan dapat berupa smear test dengan counter, atau direct reading menggunakan detektor pencacah permukaan. Pemilihan metode bergantung pada jenis radionuklida dan aktivitasnya.
Jika ditemukan kontaminasi melebihi batas yang diizinkan, area harus segera dikarantina. Akibatnya, prosedur dekontaminasi dan investigasi penyebab wajib dilaksanakan sebelum area digunakan kembali.
Inti monitoring paparan pekerja radiasi terletak pada penggunaan dosimeter individu. Fasilitas perlu menentukan jenis dosimeter yang sesuai dengan profil pekerja dan jenis radiasi.
Dosimeter film dan TLD umum digunakan untuk pemantauan eksternal jangka panjang. Sementara itu, dosimeter digital atau electronic personal dosimeter (EPD) bermanfaat untuk monitoring real time.
Pekerja dengan risiko internal, seperti di laboratorium nuklir, mungkin memerlukan bioassay tambahan. Program pemantauan internal ini melengkapi data dosis eksternal dari dosimeter.
Prosedur tertulis mengenai distribusi dosimeter merupakan bagian penting dari monitoring paparan pekerja radiasi. Setiap pekerja yang diklasifikasikan terpapar harus memiliki dosimeter bernomor identitas unik.
Dosimeter harus dipakai pada posisi yang sama setiap hari, biasanya di dada pada bagian luar apron pelindung. Selain itu, pekerja dilarang berbagi dosimeter atau membawanya pulang tanpa izin.
Setelah periode pemantauan berakhir, dosimeter dikumpulkan sesuai jadwal. Kemudian, dosimeter dikirim ke laboratorium baca dosis dengan formulir pengantar yang lengkap dan akurat.
Hasil pembacaan dosimeter menjadi data utama dalam monitoring paparan pekerja radiasi. Data ini harus dimasukkan ke dalam sistem pencatatan dosis individu yang terproteksi.
Petugas proteksi radiasi menganalisis tren dosis per pekerja dan per unit kerja. Jika ditemukan nilai mendekati batas internal, tindakan korektif segera direncanakan.
Meski begitu, data juga penting sebagai bahan laporan berkala ke regulator dan manajemen puncak. Laporan tersebut memperlihatkan kinerja proteksi radiasi dan tingkat kepatuhan SOP.
Kejadian dosis tinggi atau paparan tak terduga harus tertangani cepat dan sistematis. Dalam konteks monitoring paparan pekerja radiasi, fasilitas wajib memiliki prosedur khusus insiden.
Langkah awal meliputi konfirmasi pembacaan dosimeter dan wawancara singkat pekerja. Setelah itu, area kerja dievaluasi ulang dengan survei tambahan untuk mencari sumber masalah.
Akibatnya, kegiatan kerja bisa dihentikan sementara sampai risiko teridentifikasi dan dieliminasi. Jika perlu, pemeriksaan medis dan penilaian dosis rekontruktif dilakukan oleh tim ahli.
Program monitoring paparan pekerja radiasi hanya efektif jika semua pihak memahami perannya. Karena itu, pelatihan berkala menjadi bagian tak terpisahkan dari SOP.
Pekerja operasi perlu mengerti cara menggunakan APD, pentingnya dosimeter, dan larangan dasar proteksi radiasi. Di sisi lain, petugas proteksi radiasi memerlukan kompetensi teknis yang lebih dalam.
Materi pelatihan harus diperbarui menyesuaikan perubahan peralatan, teknologi, dan regulasi. Bahkan, simulasi insiden dapat digunakan untuk menguji kesiapan prosedur darurat.
Data dari program monitoring paparan pekerja radiasi sebaiknya tidak hanya disimpan sebagai arsip. Data tersebut harus dimanfaatkan dalam rapat tinjauan ALARA dan audit internal.
Dalam rapat tersebut, tren dosis, kejadian insiden, dan hasil survei area dibahas bersama. Tujuannya adalah merumuskan langkah pengurangan dosis yang realistis dan efektif.
Read More: panduan praktis proteksi radiasi di fasilitas radiologi klinis modern
Hasil evaluasi kemudian diterjemahkan menjadi revisi SOP, perubahan jadwal kerja, atau upgrade shielding. Siklus perbaikan berkelanjutan ini menjaga program selalu relevan dan adaptif.
Penerapan konsisten monitoring paparan pekerja radiasi menjadi kunci perlindungan jangka panjang. Tanpa disiplin, prosedur terbaik sekalipun tidak akan memberikan manfaat maksimal.
Manajemen perlu memberikan dukungan nyata melalui penyediaan alat terkalibrasi, waktu monitoring, dan budaya keselamatan. Sementara itu, pekerja wajib mematuhi instruksi penggunaan dosimeter dan zona kerja.
Pada akhirnya, keberhasilan program monitoring paparan pekerja radiasi tercermin dari rendahnya dosis, minimnya insiden, dan meningkatnya kesadaran keselamatan di seluruh lini operasional.